(Foto: pinterest)
Sumber: NU Online
Shalat yang khusyuk lebih utama dari shalat yang tidak khusyuk. Bahkan sebagian ulama, seperti Imam Al-Ghazali, mensyaratkan shalat harus dalam keadaan khusyuk. Lalu bolehkan memejamkan mata saat shalat untuk mendapatkan kekhusyukan?
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengupayakan shalat yang khusyuk. Sebagian orang menundukkan pandangan. Sebagian lagi melakukan shalat di tempat gelap. Ada juga yang melakukan shalat di tempat yang tenang atau jauh dari jalan raya, dan lain-lain.
Sebagian orang sengaja memejamkan mata ketika shalat. Tujuannya agar pikiran dan hatinya tetap tenang. Padahal dalam shalat juga kita dianjurkan mengarahkan pandangan ke tempat sujud. Pertanyaan yang muncul di tengah masyarakat adalah bagaimana hukum memejamkan mata ketika shalat?
Syekh Abu Bakar Syaththa Ad-Dimyati dalam I’anatut Thalibin merinci hukum memejamkan mata menjadi empat perincian:
Pertama, memejamkan mata saat shalat pada asalnya boleh dan tidak makruh karena memang tidak ada larangan khusus soal itu. Memajamkan mata dalam shalat dibolehkan selama aman dan tidak membahayakan. Ia mengatakan:
Artinya, “Tidak dimakruhkan memejamkan mata saat shalat karena tidak ada dalil yang melarangnya.”
Kedua, memejamkan mata ketika shalat diwajibkan ketika ada yang tidak menutup aurat dalam saf shalat. Ini biasanya jarang terjadi, kecuali pada masyarakat yang sedang mengalami krisis pakaian.
Pada situasi tertentu, kalau pakaian yang menutup aurat tidak ditemukan, atau sarana lain yang digunakan untuk menutup aurat juga tidak ada, dibolehkan shalat dalam kondisi tanpa busana. Dalam situasi seperti ini kita diwajibkan memejamkan mata. Syekh Abu Bakar mengatakan:
Artinya, “Wajib memejamkan mata kalau ada yang tidak busana dalam saf shalat.”
Ketiga, memejamkan mata disunnakan kalau shalat di tempat yang banyak gambar dan ukiran. Memejamkan mata disunnahkan dalam kondisi ini bila gambar dan ukiran tersebut bisa menganggu pikiran kita. Dalam I’anatul Thalibin dijelaskan:
Artinya, “Disunahkan memejamkan mata bila shalat dekat dinding yang diukir dan seumpamanya jika hal itu bisa menganggu pikiran.”
Keempat, dimakruhkan memejamkan bila berbahaya, yaitu shalat di tempat yang banyak ular atau binatang yang membahayakan karena memejamkan mata bisa membahayakan tubuh.
Dengan demikian, bagi yang terbiasa memejamkan mata saat shalat pada intinya hukumnya itu boleh selama tidak membahayakan. Wallahu a'lam.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengupayakan shalat yang khusyuk. Sebagian orang menundukkan pandangan. Sebagian lagi melakukan shalat di tempat gelap. Ada juga yang melakukan shalat di tempat yang tenang atau jauh dari jalan raya, dan lain-lain.
Sebagian orang sengaja memejamkan mata ketika shalat. Tujuannya agar pikiran dan hatinya tetap tenang. Padahal dalam shalat juga kita dianjurkan mengarahkan pandangan ke tempat sujud. Pertanyaan yang muncul di tengah masyarakat adalah bagaimana hukum memejamkan mata ketika shalat?
Syekh Abu Bakar Syaththa Ad-Dimyati dalam I’anatut Thalibin merinci hukum memejamkan mata menjadi empat perincian:
Pertama, memejamkan mata saat shalat pada asalnya boleh dan tidak makruh karena memang tidak ada larangan khusus soal itu. Memajamkan mata dalam shalat dibolehkan selama aman dan tidak membahayakan. Ia mengatakan:
ولا يكره تغميض عينيه، أي لأنه لم يرد فيه نهي
Artinya, “Tidak dimakruhkan memejamkan mata saat shalat karena tidak ada dalil yang melarangnya.”
Kedua, memejamkan mata ketika shalat diwajibkan ketika ada yang tidak menutup aurat dalam saf shalat. Ini biasanya jarang terjadi, kecuali pada masyarakat yang sedang mengalami krisis pakaian.
Pada situasi tertentu, kalau pakaian yang menutup aurat tidak ditemukan, atau sarana lain yang digunakan untuk menutup aurat juga tidak ada, dibolehkan shalat dalam kondisi tanpa busana. Dalam situasi seperti ini kita diwajibkan memejamkan mata. Syekh Abu Bakar mengatakan:
وقد يجب التغميض إذا كان العرايا صفوفا
Artinya, “Wajib memejamkan mata kalau ada yang tidak busana dalam saf shalat.”
Ketiga, memejamkan mata disunnakan kalau shalat di tempat yang banyak gambar dan ukiran. Memejamkan mata disunnahkan dalam kondisi ini bila gambar dan ukiran tersebut bisa menganggu pikiran kita. Dalam I’anatul Thalibin dijelaskan:
وقد يسن كأن صلى لحائط مزوق ونحوه مما يشوش فكره
Artinya, “Disunahkan memejamkan mata bila shalat dekat dinding yang diukir dan seumpamanya jika hal itu bisa menganggu pikiran.”
Keempat, dimakruhkan memejamkan bila berbahaya, yaitu shalat di tempat yang banyak ular atau binatang yang membahayakan karena memejamkan mata bisa membahayakan tubuh.
Dengan demikian, bagi yang terbiasa memejamkan mata saat shalat pada intinya hukumnya itu boleh selama tidak membahayakan. Wallahu a'lam.