(© reuters)
Sumber: NU Online
Pertanyaan
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, saya ingin bertanya terkait zina. Sepengetahuan kami zina adalah dosa besar dengan sanksi rajam. Pertanyaan saya, apakah Allah menerima pertobatan seseorang dari dosa zina? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Hamba Allah/Jakarta).
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Sebagaimana diketahui bahwa zina adalah salah satu dosa besar yang wajib dijauhi oleh umat Islam. Zina adalah perbuatan keji yang dapat merusak banyak hal.
Pertama, seseorang yang terlanjur melakukan zina dianjurkan untuk merahasiakan perbuatan kejinya. Ia tidak boleh menceritakan perbuatan keji tersebut kepada siapapun. Ia harus menjaga rahasia sebagaimana Allah menjaga aibnya.
Kedua, seseorang harus segera menghentikan perbuatan keji tersebut. Dalam arti, ia harus bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan zina tersebut.
Ketiga, ia harus bertobat dan memohon ampunan dari Allah SWT dengan hati yang tulus. Demikian disebutkan oleh Syekh Ibrahim Al-Baijuri sebagai berikut:
Artinya, “Pelaku zina dan orang yang melakukan maksiat lainnya disunahkan menutupi aib dirinya. Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa yang melakukan perbuatan keji, hendaklah menutupi (aib) dirinya dengan tutupan Allah SWT. Sedangkan orang yang menampakkan ‘muka’-nya di hadapan kami, niscaya kami akan menegakkan hudud baginya,’ HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi dengan sanad yang baik. Ia juga disunahkan untuk bertobat atas dosanya kepada Allah. Allah akan menerima pertobatannya bila mengikhlaskan niatnya,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1999 M/1420 H, cetakan kedua, juz II, halaman 430).
Keterangan ini jelas menyebutkan bahwa Allah SWT akan menerima pertobatan seseorang atas perbuatan zina. Sedangkan pengakuan atas perbuatan zina di depan umum merupakan tindakan yang menyalahi anjuran. Pasalnya, agama justru menganjurkan pelaku zina untuk merahasiakannya.
Adapun menceritakan perbuatan zina kepada orang lain adalah perbuatan haram karena hal ini merupakan tindakan tercela dan suatu saat dapat mendatangkan mafsadat sebagai disinggung M Al-Khatib bin Syarbini berikut ini:
Artinya, “Upaya pengakuan maksiat (zina) agar dikenakan sanksi hudud atau takzir menyalahi anjuran agama. Sedangkan bicara (mengakui) maksiat tersebut dengan bergurau jelas haram berdasarkan hadits tersebut,” (Lihat M Khatib bin Syarbini, Mughnil Muhtaj, Beirut, Darul Makrifah, 1997 M/1418 H, cetakan pertama, juz IV, halaman 195).
Penulis kitab At-Tamhid Ibnu Abdil Bar, salah seorang pemuka Madzhab Maliki menyatakan bahwa seorang Muslim yang melakukan perbuatan keji (fahisyah) wajib merahasiakan perbuatan kejinya, dan merahasiakan aib orang lain.
Menurutnya, perintah untuk merahasiakan perbuatan keji bukan perintah sunah seperti pandangan Madzhab Syafi’I, tetapi merupakan perintah wajib sebagai keterangan Muhammad bin Yusuf bin Abil Qasim Al-Abdari penulis Kitab At-Taj wal Iklil li Mukhtashar Khalil:
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melakukan sesuatu dari yang semisal perbuatan yang keji, maka hendaknya ia merahasiakannya dengan tutupan Allah.’ Dalam Kitab At-Tamhid, Ibnu Abdil Barr berkata bahwa hadits ini menunjukkan bahwa ketika seorang Muslim melakukan perbuatan yang keji wajib baginya menutupinya, dan begitu juga menutupi orang lain,” (Lihat Muhammad bin Yusuf bin Abil Qasim Al-Abdari, At-Taj wal Iklil li Mukhtashar Khalil, Beirut, Darul Fikr, 1398 H, juz VI halaman 166).
Dari berbagai keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa zina adalah sebuah perbuatan keji yang wajib dijauhi. Seorang Muslim yang terlanjur melakukannya dianjurkan segera bertobat dan tidak akan mengulangi perbuatan kejinya tersebut.
Selain itu, pelaku zina, orang yang terlanjur berbuat keji, dan orang yang mengetahui siapa saja yang melakukan perbuatan keji itu diharuskan untuk merahasiakan aib orang-orang tersebut.
Zina merupakan dosa besar yang bisa diterima pertobatannya. Meskipun demikian, kemungkinan penerimaan pertobatan tidak mengurangi kadar keji perbuatan zina ini di hadapan Allah SWT.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, saya ingin bertanya terkait zina. Sepengetahuan kami zina adalah dosa besar dengan sanksi rajam. Pertanyaan saya, apakah Allah menerima pertobatan seseorang dari dosa zina? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Hamba Allah/Jakarta).
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Sebagaimana diketahui bahwa zina adalah salah satu dosa besar yang wajib dijauhi oleh umat Islam. Zina adalah perbuatan keji yang dapat merusak banyak hal.
Pertama, seseorang yang terlanjur melakukan zina dianjurkan untuk merahasiakan perbuatan kejinya. Ia tidak boleh menceritakan perbuatan keji tersebut kepada siapapun. Ia harus menjaga rahasia sebagaimana Allah menjaga aibnya.
Kedua, seseorang harus segera menghentikan perbuatan keji tersebut. Dalam arti, ia harus bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan zina tersebut.
Ketiga, ia harus bertobat dan memohon ampunan dari Allah SWT dengan hati yang tulus. Demikian disebutkan oleh Syekh Ibrahim Al-Baijuri sebagai berikut:
يُسَنُّ لِلزَّانِي وَلكُلِّ مَنْ ارْتَكَبَ مَعْصِيَةً أَنْ يَسْتُرَ عَلَى نَفْسِهِ: مَنْ أَتَى مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْأً فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ تَعَالَى، فَإِنَّ مَنْ أَبْدَى لَنَا صَفْحَتَهُ أَقَمْنَا عَلَيْهِ الْحَدَّ رواه الْحَاكِمُ وَالْبَيْهَقِيُّ بِإِسْنَادٍ جَيِّدٍ. ويَتُوبَ بَيْنَه وبَيْنَ اللهِ تعالى فإِنَّ اللهَ يُقْبِلُ تَوْبَتَه إِذَا أَخْلَصَ نِيَّتَه
Artinya, “Pelaku zina dan orang yang melakukan maksiat lainnya disunahkan menutupi aib dirinya. Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa yang melakukan perbuatan keji, hendaklah menutupi (aib) dirinya dengan tutupan Allah SWT. Sedangkan orang yang menampakkan ‘muka’-nya di hadapan kami, niscaya kami akan menegakkan hudud baginya,’ HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi dengan sanad yang baik. Ia juga disunahkan untuk bertobat atas dosanya kepada Allah. Allah akan menerima pertobatannya bila mengikhlaskan niatnya,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1999 M/1420 H, cetakan kedua, juz II, halaman 430).
Keterangan ini jelas menyebutkan bahwa Allah SWT akan menerima pertobatan seseorang atas perbuatan zina. Sedangkan pengakuan atas perbuatan zina di depan umum merupakan tindakan yang menyalahi anjuran. Pasalnya, agama justru menganjurkan pelaku zina untuk merahasiakannya.
Adapun menceritakan perbuatan zina kepada orang lain adalah perbuatan haram karena hal ini merupakan tindakan tercela dan suatu saat dapat mendatangkan mafsadat sebagai disinggung M Al-Khatib bin Syarbini berikut ini:
فإظهارها ليحد أو يعزر خلاف المستحب ، وأما التحدث بها تفكها فحرام قطعا للأخبار الصحيحة فيه
Artinya, “Upaya pengakuan maksiat (zina) agar dikenakan sanksi hudud atau takzir menyalahi anjuran agama. Sedangkan bicara (mengakui) maksiat tersebut dengan bergurau jelas haram berdasarkan hadits tersebut,” (Lihat M Khatib bin Syarbini, Mughnil Muhtaj, Beirut, Darul Makrifah, 1997 M/1418 H, cetakan pertama, juz IV, halaman 195).
Penulis kitab At-Tamhid Ibnu Abdil Bar, salah seorang pemuka Madzhab Maliki menyatakan bahwa seorang Muslim yang melakukan perbuatan keji (fahisyah) wajib merahasiakan perbuatan kejinya, dan merahasiakan aib orang lain.
Menurutnya, perintah untuk merahasiakan perbuatan keji bukan perintah sunah seperti pandangan Madzhab Syafi’I, tetapi merupakan perintah wajib sebagai keterangan Muhammad bin Yusuf bin Abil Qasim Al-Abdari penulis Kitab At-Taj wal Iklil li Mukhtashar Khalil:
قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَصَابَ مِنْ مِثْلِ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ قَالَ فِي التَّمْهِيدِ : فِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ السِّتْرَ وَاجِبٌ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي خَاصَّةِ نَفْسِهِ إذَا أَتَى فَاحِشَةً ، وَوَاجِبُ ذَلِكَ أَيْضًا فِي غَيْرِهِ
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melakukan sesuatu dari yang semisal perbuatan yang keji, maka hendaknya ia merahasiakannya dengan tutupan Allah.’ Dalam Kitab At-Tamhid, Ibnu Abdil Barr berkata bahwa hadits ini menunjukkan bahwa ketika seorang Muslim melakukan perbuatan yang keji wajib baginya menutupinya, dan begitu juga menutupi orang lain,” (Lihat Muhammad bin Yusuf bin Abil Qasim Al-Abdari, At-Taj wal Iklil li Mukhtashar Khalil, Beirut, Darul Fikr, 1398 H, juz VI halaman 166).
Dari berbagai keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa zina adalah sebuah perbuatan keji yang wajib dijauhi. Seorang Muslim yang terlanjur melakukannya dianjurkan segera bertobat dan tidak akan mengulangi perbuatan kejinya tersebut.
Selain itu, pelaku zina, orang yang terlanjur berbuat keji, dan orang yang mengetahui siapa saja yang melakukan perbuatan keji itu diharuskan untuk merahasiakan aib orang-orang tersebut.
Zina merupakan dosa besar yang bisa diterima pertobatannya. Meskipun demikian, kemungkinan penerimaan pertobatan tidak mengurangi kadar keji perbuatan zina ini di hadapan Allah SWT.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.